Mahkamah Konstitusi (MK) telah memiliki pimpinan baru pasca diberhentikannya Akil Mochtar dengan tidak hormat sebagai hakim konstitusi oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi pada Jum’at (1/11) silam. Setelah melalui pemungutan suara oleh delapan hakim konstitusi pada hari yang sama, Hakim Konstitusi Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H. (sebelumnya Wakil Ketua MK) terpilih sebagai Ketua MK dan Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H., M.S. terpilih sebagai Wakil Ketua MK. Selanjutnya, prosesi pengucapan sumpah sebagai Ketua dan Wakil Ketua MK masa jabatan 2013-2016 digelar pada Rabu (6/11) siang, di Ruang Sidang Pleno MK. Hadir beberapa pimpinan lembaga negara, menteri, serta kepala atau ketua instansi pemerintahan, antara lain Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Lukman Hakim Saifuddin dan Melanie Leimena Suharli, Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hasan Basri, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi birokrasi Azwar Abubakar, serta Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik. Pada kesempatan tersebut, Hamdan Zoelva mengungkapkan bahwa dirinya bersama Wakil Ketua MK Arief Hidayat serta hakim konstitusi lainnya memiliki tugas yang tidak mudah, yakni memulihkan kembali wibawa dan kepercayaan publik terhadap MK. “Situasi kali ini merupakan tamparan dan pukulan teramat sangat berat bagi kami, Hakim Konstitusi. Namun, kami tidak akan lari dan menghindar. Terlebih lagi, sejarah mencatat bahwa kami berada pada situasi sesulit ini, maka dari itu kami tidak akan tinggal diam, kami harus memberikan pertanggungjawaban. Sebagai wujud pertanggungjawaban itu, kami bertekad menegakkan kembali citra dan wibawa Mahkamah Konstitusi sebagai peradilan yang bersih dan terpercaya sebagaimana telah terpatri dalam pandangan publik selama satu dasawarsa ini. Sekali lagi, meskipun ini tidak mudah, kami harus memulai,” tutur salah satu pelaku perubahan Undang-Undang Dasar 1945 ini. Hamdan tetap optimis bahwa terpaan masalah yang sedang berhembus kencang di MK saat ini akan dapat dilalui dengan baik. “Banyak juga yang merasa khawatir dan ragu apakah kami bisa dengan segera dapat memulihkan kewibawaan Mahkamah. Bagi saya, dukungan, kritikan serta kekhawatiran itu, justru menjadi cambuk dan dorongan untuk berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara.” Hamdan menegaskan bahwa sejak menjadi hakim konstitusi kurang lebih tiga tahun yang lalu, ia telah melepaskan segala ikatan emosional dengan partai, kelompok atau suku, bahkan dengan sahabat, keluarga dan kerabatnya. “Dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara, saya tidak pernah melihat siapa pihak yang berperkara, siapa yang menjadi Pemohon atau Termohon, tetapi saya hanya melihat pada apa yang diperkarakan,” tegasnya. Selain itu, kata Hamdan, untuk mewujudkan harapan besar tersebut maka MK di bawah kepemimpinannya akan melakukan berbagai upaya pembenahan, khususnya secara internal. Setidaknya terdapat dua prioritas utama, yakni pertama, menerapkan sistem deteksi dini (early warning system) dalam rangka menjaga integritas dan menegakkan wibawa serta keluhuran martabat Hakim Konstitusi. Kedua, menata dan meningkatkan kapasitas seluruh komponen yang mendukung pelaksanaan tugas konstitusional MK, terutama komponen Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal, termasuk memperkuat sistem pengawasan administrasi peradilan, serta suasana dan lingkungan kerja di MK. Menurut Hamdan, sistem deteksi dini tersebut perlu dibangun karena hakim konstitusi merupakan jabatan terhormat dan mulia yang hanya disandang oleh seorang negarawan sehingga independensi, integritas, dan profesionalitas menjadi sebuah keniscayaan. Selain itu, menurutnya, kultur saling mengingatkan dan saling mengontrol antar sesama hakim konstitusi juga harus ditradisikan sebagai praktik dalam keseharian, tanpa harus mengganggu independensi masing-masing hakim. “Dalam rangka itulah, posisi penting Dewan Etik Mahkamah Konstitusi sangat diperlukan segara, untuk setiap saat menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim konstitusi,” ujar Hamdan yang menjadi Hakim Konstitusi melalui usul Presiden ini. “Dengan bekal sistem kerja, budaya kerja, aturan main, serta sumber daya manusia dan infrastruktur yang dimiliki oleh Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi saat ini, Insya Allah penataan kembali yang dilakukan diharapkan dapat segera mengantarkan Mahkamah Konstitusi kembali mencapai level terbaik sebagaimana seharusnya.” (Dodi)
sumber: youtube.com/watch?v=5WWSWuMAhh8