YOGYAKARTA, Berita HUKUM – Kompleksitas pelaksanaan Pemilu legislatif yang bersifat nasional yang melibatkan ratusan juta pemilih, puluhan peserta Pemilu, dan ratusan ribu calon anggota legislatif, tentu ini semua berpeluang besar memunculkan berbagai persoalan. Salah satu persoalan yang saat ini menjadi perhatian dan agenda bersama adalah praktik politik uang atau money politic dalam penyelenggaraan Pemilu.
Demikian yang disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva dalam Seminar Nasional bertajuk “Pencegahan dan Penindakan Praktik Money Politic dalam Pemilu 2014”, diselenggarakan di Hotel Inna Garuda Yogyakarta, Sabtu, (22/2) kemarin.
Money politic menurut Hamdan, bisa diartikan sebagai upaya untuk memengaruhi perilaku orang dengan menggunakan imbalan materi. Bahkan money politic itu juga diartikan sebagian besar masyarakat indonesia sebagai tindakan jual beli suara pada sebuah proses politik dan kekuasaan yang berakibat pemilih suara tidak lagi menggunakan hati nuraninya, karena sudah dilandasi dengan praktik politik uang.
Karena money politic terjadi di setiap tahapan pemilu, dapat dibedakan money politic berdasarkan faktor dan wilayah operasinya. Pertama adalah money politic pada lapisan atas, yaitu transaksi antara elit ekonomi dengan elit politik, artinya antara pemilik modal dan pimpinan partai yang akan menjadi pengambil kebijakan/keputusan politik pasca Pemilu nanti. Kedua, money politic pada lapisan tengah di mana transaksi elit partai politik dalam menentukan siapa calon legislatif/eksekutif dan urutan pasangan calon. Lalu yang terakhir , ketiga, money politic pada lapisan bawah, yaitu transaksi antara elit politik (caleg dan fungsionaris partai tingkat bawah) dengan massa pemilih.
Kemurnian Suara Rakyat
Jika dikaitkan dengan tugas konstitusional MK, ada keterkaitan erat antara penyelesaian perselisihan hasil Pemilu oleh MK dengan perang terhadap praktik money politic. Landasan teoritis pembentukan MK adalah untuk memastikan konstitusi sebagai hukum tertinggi dipatuhi dan diikuti dilaksanakan dalam kehidupan bernegara. Oleh karena itu MK memiliki fungsi mengawal konstitusi. Berarti dalam hal ini MK akan mengawal pelaksanaan norma-norma dasar yang ada didalam konstitusi, salah satu norma dasar yang ada di dalam UUD 1945 adalah prinsip kedaulatan rakyat yang salah satu bentuk pelaksanaannya adalah melalui Pemilu yang dilakukan secara berkala lima tahun sekali berdasarkan asas luber dan jurdil. “Dengan demikian menjadi tanggung jawab MK untuk mengawal agar prinsip kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui pemilu yang luber dan jurdil,” terangnya.
Hamdan menghimbau kepada peserta seminar nasional, rakyat diberikan kesempatan dalam pemungutan suara agar tidak terjebak dalam praktik money politic agar semua berjalan dengan lancar, sehingga meringankan bagi penyelenggara Pemilu dalam bekerja dan rakyat pun mimilih dengan landasan nurani yang bersih yang tidak terkontaminasi dengan praktik-praktik yang akan menghancurkan negara ini melalui Pemilu.Menjaga kemurnian suara rakyat inilah yang menjadi tugas MK dalam memutus perselisihan hasil Pemilu, hal itu juga berarti mengukuhkan ikatan antara para wakil rakyat dengan para konstituennya. Adanya wakil rakyat yang terpilih secara demokratis, bukan karena manipulasi dan memiliki ikatan dengan konstituen menjadi prasyarat berjalannya demokrasi deliberatif.(Hendy/mh/mk/bhc/sya)
sumber: beritahukum.com