Filosofi Hamdan Zoelva – Ketika diwawancara Susana Rita dari Harian Kompas, yang dimuat di Kompas, Jumat (22/08), Hamdan antara lain mengatakan, “Yang penting, sebagai hakim saya percaya ada kehidupan setelah kematian. Pada saat itu, kita akan diminta pertanggungjawaban terhadap apa yang kita putuskan sebagai penguasa, sebagai pejabat. Itulah yang paling saya takuti.”
“Walapun saya tahu ada pertanggungjawaban kepada negara, kepada rakyat, tetapi yang jauh lebih saya takuti adalah pertanggungjawaban kepada Tuhan. Karenanya, saya harus jernih, bening, dan memosisikan diri sebagai orang yang ada di tengah. Hal yang harus saya bunuh adalah perasaan saya kalau saya suka pada salah satu pihak,” lanjut Hamdan.
Ketika ditanya Susana, apakah ada beban psikologis (dalam memutuskan perkara sengketa Pilpres 2014)? Hamdan menjawab, “Bagi kami, seluruh hakim, hal yang paling penting adalah pertanggungjawaban dalam kebenaran karena putusan ini akan dibaca anak cucu kita dalam sejarah. Nanti dibuka file-file-nya, sembilan hakim ini apakah melakukan kesalahan atau tidak. Itulah yang kami jaga betul.”
“Dengan keyakinan itu, kami jalan lurus saja, dan pasti tentunya, ada yang senang dan ada yang tidak senang. MK itu tidak menjatuhkan putusan politik. MK menjatuhkan putusan hukum”.
Itulah pernyataan yang paling bijak dari seorang Hamdan Zoelva, dan itu sudah diabuktikan dalam prakteknya. Ada pameo yang mengatakan, seseorang baru sungguh-sungguh bisa dikatakan bersih dan jujur jika dia mempunyai kesempatan untuk korupsi, manipulasi, dan lain-lain, tetapi dia tidak sudi melakukannya. Bukan karena takut ketahuan orang lain, atau takut dipenjara, tetapi karena dia menuruti hati nurani yang takut kepada Tuhan, dan takut akan pertanggungjawabannya kepada keluarga, kepada anak cucunya. ***
sumber: facebook.com @hamdan.zoelvaii