Seperti diketahui, PDIP akan melaporkan para hakim yang menolak gugatannya dalam UU MD3 ke Komite Etik MK. “Kami mempertimbangkan untuk melaporkan hakim yang di luar dissenting opinion ini ke komite etik mahkamah, supaya diperiksa. Sebab, hak-hak kami sebagai pemohon tidak diakomodir,” kata Ketua DPP PDIP Bidang Hukum dan HAM Trimedya Panjaitan.
Dalam putusan ini, ada dissenting opinion atau pendapat berbeda dari hakim Maria Farida Indarti dan Arief Hidayat.
Hamdan Zoelva selanjutnya mengatakan, jika hakim sudah mempunyai pendapat dalam proses pengambilan keputusan, maka sebaiknya diambil keputusan.
“Kalau saya mendengarkan ahli dari pemohon, saya wajib mendengarkan ahli dari Pemerintah dan DPR. Prosesnya jadi semakin panjang,’’ paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Kenapa panjang?
Pasti mereka akan meminta tambahan waktu. Kalau mereka minta empat hari, dan tidak bisa kami penuhi. Kalau saya berikan kesempatan hanya dua hari, tentu hasilnya tidak akan maksimal.
Dalam putusan UU MD3, dua hakim dissenting opinion, seberapa alot pembahasannya?
Itu perbedaan pandangan yang biasa saja. Bahkan dalam beberapa kali persidangan sempat ada tiga hakim yang dissenting opinion. Tapi hal itu sangat jarang terjadi. Hakim kan tidak harus satu pandangan. Bisa berbeda dengan yang lainnya. Hakim yang lain ada yang berpendapat bahwa Undang-undang tidak bisa diuji oleh undang-undang. Adanya dissenting opinion bukanlah hal luar biasa, itu hal biasa.
Ketika itu apa ada hakim yang minta pembahasan diperpanjang?
Tidak ada. Sebab, masing-masing hakim sudah bisa memberikan pendapatnya. Kan hal yang normal saja tanpa mendengarkan dari pemohon atau pemerintah. Kalau kami sudah punya pendapat, untuk apa diperpanjang. Dalam kondisi tersebut, MK sudah bisa mengambil keputusan.
MK tidak terkesan buru-buru?
Tidak ada terburu-buru. Setelah dibawa ke dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), para hakim sepakat untuk tidak memperpanjang pembahasan dan tidak ingin menunggu terlalu lama.
Kami ingin memberikan kepastian hukum yang cepat dan tepat. Kalau tidak diselesaikan secara cepat, nanti ramai lagi. Sebab, proses pemilihan di DPR terus berlangsung.
Makanya kami putuskan saja. Yang penting, putusan itu tidak melanggar konstitusi.
Setiap pengambilan keputusan, apa MK mengukur efek sosiologis di masyarakat?
Yang paling dikedepankan dalam pemberian keputusan adalah sesuai dengan konstitusi atau tidak sesuai dengan konstitusi dan undang-undang. Jadi tidak selalu berdasarkan mayoritas. Tapi dilihat dari sisi kebenarannya.
Kalau mayoritas dan minortitas, itu persoalan politik. Kami melayani kepentingan publik, bukan kepentingan sekelompok orang atau golongan.
Apa ada tekanan dalam memutuskan gugatan UU MD3?
Tidak ada. Sama sekali tidak ada yang menekan. Lagipula tidak ada satu pun lembaga ataupun seseorang yang bisa menekan MK dalam setiap pengambilan putusan.
O ya, apa Anda sering menjalin komunikasi dengan Presiden SBY?
Tidak. Baru kali ini saja saya ditelepon oleh beliau. Sebelumnya tidak pernah ada komunikasi via telepon. Paling hanya berbincang sedikit ketika bertemu dalam acara. Saya tetap menjunjung tinggi etik dari hakim yang membatasi bertemu dengan siapapun.
Apa Presiden membicarakan soal Perppu UU Pilkada?
Tidak ada. Pak SBY hanya bertanya, MK akan mengambil keputusan apa. Tapi saya tidak bisa menjawabnya. Berdasarkan kode etik, seorang hakim tidak boleh membeberkan hasil dari sebuah kasus yang sedang berjalan. ***