Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk terus mengusut kasus dugaan suap terkait sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) yang pernah ditangani mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar. Seorang tokoh masyarakat Banggai, Sulawesi Tengah, Zulkifli Niode melaporkan kepada KPK adanya indikasi penyuapan kepada Akil Mochtar saat menangani sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilkada Kabupaten Banggai tahun 2011 lalu.
Zulkifli mengungkapkan, dugaan penyuapan terhadap Akil nampak dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 45/ PHPU.D-IX/2011 terkait PHPU Pilkada Banggai. Dalam putusan tersebut, Akil yang menjadi ketua tim panel menyatakan adanya politik uang yang dilakukan dua pasangan calon dalam Pilkada Banggai. Namun, Tim Panel MK yang saat itu terdiri dari Akil, Muhammad Alim, dan Hamdan Zoelva mengesampingkan dengan memenangkan salah satu pasangan calon yang disebut melakukan politik uang.
“Semua pihak terkait dalam perkara itu disebutkan melakukan pelanggaran politik uang. Tapi tidak ada tindak lanjut dari putusan MK tersebut. Mereka yang disebut melakukan politik uang tidak dianulir keterpilihannya dalam pilkada di Banggai. Kita duga ada permainan juga dengan hakim MK, ini yang kita laporkan ke KPK,” kata Zulkifli usai menyerahkan laporannya kepada KPK, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/9).
Zulkifli meminta KPK menindaklanjuti laporan tersebut mengingat KPK gencar mengusut kasus suap terhadap Akil terkait penanganan sengketa pilkada. “Ada beberapa perkara suap sengketa pilkada terkait Akil yang dikembangkan KPK. Kami harap kali ini KPK juga menindaklanjuti laporan kami,” harapnya.
Zulkifli meminta KPK tidak tebang pilih dalam menangani kasus suap Akil Mochtar. Zulkifli mengaku pernah melaporkan dugaan politik uang sengketa Pilkada Banggai kepada KPK pada Desember 2014 lalu. Namun, saat itu KPK meminta bukti kerugian negara minimal Rp 1 miliar. Sementara dalam menangani kasus dugaan suap kepada Akil Mochtar oleh Bupati Morotai (nonaktif), Rusli Sibua, KPK mengusut berdasarkan dua alat bukti yang cukup yakni dugaan tindak pidana korupsi berupa memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud memengaruhi putusan perkara yang diadili.
Menanggapi laporan Zulkifli, Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andrianti mengatakan pihaknya akan terus mengembangkan sejumlah perkara sengketa pilkada terkait Akil. “Untuk pengembangan kasus Akil Mochtar masih bisa dilakukan oleh KPK,” katanya.
Diketahui, Akil Mochtar saat ini telah mendekam di Lapas Sukamiskin, Bandung untuk menjalani hukuman seumur hidup setelah upaya kasasinya ditolak Mahkamah Agung. Akil terbukti menerima suap saat menangani Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Pilkada Lebak, Banten, Pilkada Empat Lawang, Pilkada Kota Palembang. Dalam perkembangannya, sejumlah kepala daerah yang disebut menyuap Akil telah ditetapkan tersangka. Bahkan, di antaranya telah menjalani persidangan dan ditetapkan bersalah. Terakhir, salah seorang penyuap Akil, Bupati Tapanuli Tengah Bonaran Situmeang divonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor dengan enam tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider empat bulan. Hukuman terhadap Bonaran diperberat Pengadilan Tinggi DKI dengan pencabutan hak politik Bonaran selama lima tahun.
sumber: beritasatu.com