Pemerintah berniat merevisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Masyarakat (Ormas). Pemerintah menilai undang-undang yang ada saat ini sudah ketinggalan zaman, walau usianya baru tiga tahun. Garis besar revisi menyangkut soal pengawasan dan pemberian sanksi .
Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto saat ini ada sejumlah organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang kerap jadi sorotan publik karena dianggap membuat onar. Padahal, menurut dia, seharusnya Ormas punya tujuan yang sejalan dengan visi membangun Indonesia.
“Banyak (Ormas) yang membuat permasalahan di negeri ini,” ujar Wiranto di Kemenko Polhukam, Jakarta, seperti dilansir Kompas.com, kemarin.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 pasal 5 menyebut delapan tujuan pendirian Ormas. Di antaranya: meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat; mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong, dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat; dan menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Wiranto berharap dengan revisi ini pemerintah bisa melakukan pengawasan dan penertiban terhadap Ormas yang dianggap bermasalah. Dengan penertiban ini, Wiranto berharap aktivitas Ormas bisa memberi kontribusi positif terhadap Indonesia.
Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Sudarmo menampik revisi dilakukan karena maraknya demonstrasi yang dilakukan sejumlah Ormas akhir-akhir ini.
Meski belum menentukan pasal mana saja yang akan direvisi, namun Sudarmo memberi salah satu contoh. Misalnya soal sanksi kepada Ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan melanggar undang-undang. Sudarmo menilai pemberian sanksi terlalu rumit.
Pemberian sanksi dalam UU 17 Tahun 2013 diatur di pasal 60 hingga 82. Menurut Undang-undang ini, pemerintah bisa memberi sanksi administratif kepada Ormas yang dianggap melanggar. Bentuknya; peringatan tertulis, penghentian bantuan dan/atau hibah, penghentian sementara kegiatan, dan/atau pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.
Lalu apakah pemerintah bisa membubarkan Ormas? Bisa. Namun prosesnya memang panjang. Pasal 70 Undang-undang itu menyebut pemerintah bisa mengajukan pembubaran melalui Pengadilan Negeri.
Bisa jadi Sudarmo benar. Karena itu, kata dia, pemerintah merasa perlu merevisi beberapa pasal Undang-undang Ormas itu.
Dengan revisi itu, ia berharap pemerintah akan mudah memberi sanksi kepada Ormas yang dianggap melanggar atau bermasalah.
Sudarmo menjelaskan, hingga saat ini setidaknya ada sekitar 250 ribu Ormas.Menurut dia, dari angka sebagian sudah terdaftar dan sebagian lainnya tidak terdaftar baik di Provinsi maupun kementerian.
Selain itu, Sudarmo menambahkan, saat ini juga terdapat Ormas asing. Namun, gerakan mereka tidak terlihat sebagai Ormas asing, karena tidak terdaftar dan masyarakat tidak mengetahui hal itu.
“Ini jadi salah satu upaya saja untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi kalau mereka gerakannya tertutup,” ujarnya.
Pada 2014 lalu, PP Muhammadiyah mengajukan gugatan Undang-undang Ormas ini ke MK. Ada 25 pasal yang mereka gugat. Muhammadiyah punya alasan menggugat pasal-pasal Undang-undang itu.
Di antaranya, mereka menilai Undang-undang Ormas berpotensi mengkerdilkan makna kebebasan berserikat. Kedua, pembatasan kemerdekaan berserikat yang berlebih-lebihan. Ketiga, pengaturan yang tidak memberikan kepastian hukum. Dan keempat, turut campur pemerintah dalam penjabaran kemerdekaan berserikat.
MK mengabulkan sebagian gugatan itu. Dalam putusannya Desember 2014, seperti ditulis detikcom, MK memutuskan bahwa negara tak berhak mengintervensi urusan internal Ormas. Putusan ini, kata Hamdan Zoelva (Ketua MK saat itu) sekaligus menjamin kebebasan dan kemerdekaan berserikat dan berkumpul, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Dasar Negara RI 1945.
sumber: beritagar.id