Jakarta – PPP Kubu Djan Faridz akan mengajukan kembali permohonan pengujian Undang-undang Partai Politik (UU Parpol) dengan rumusan legal standing yang sudah diperbaiki. Pasalnya, hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan kader PPP kubu Djan Faridz karena dinalai tidak mempunyai legal standing.
“Dalam waktu dekat ini, kami akan diajukan kembali permohonan pengujian UU Parpol dengan rumusan legal standing yang sudah diperbaiki,” ujar kuasa hukum PPP Kubu Djan Faridz, Humphrey R. Djemat di Jakarta, Kamis (26/1).
Diketahui, pada Rabu (25/1), MK membacakan putusan Perkara Uji Materiil UU Parpol sehubungan dengan multitafsir dan ketidakpastian dalam norma Pasal 23 dan Pasal 33 yang diajukan oleh Ibnu Utomo dkk, yang merupakan kader PPP dari Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar).
Dalam putusannya, MK menyatakan Pemohon Ibnu Utomo dkk tidak mempunyai legal standing karena bertindak selaku pribadi, sehingga pokok perkara belum dapat diperiksa.
Humphrey Djemat menambahkan, landasan hukum yang masih berlaku mengenai kepengurusan DPP PPP adalah Putusan Mahkamah Agung (MA) 601 di mana putusan tersebut mengesahkan Kepengurusan Muktamar Jakarta yang dipimpin Ketum H. Djan Faridz.
Sebaliknya, lanjut dia, Putusan PTUN Jakarta Nomor 95 dan Nomor 97 telah menyatakan Muktamar Pondok Gede Romahurmuzy tidak sah dan memerintahkan Menkumham membatalkan SK Pondok Gede tersebut.
“Pengadilan Tata Usaha Negara juga memerintahkan Menkumham mengesahkan kepengurusan DPP PPP H. Djan Faridz. Oleh karena itu, PPP yang sah adalah PPP dibawah kepemimpinan H. Djan Faridz,” terang Humprey.
Dengan demikian, tandas dia, berdasarkan Putusan MA 601 tersebut, satu-satunya pihak yang berhak untuk menggunakan lambang serta nama PPP maupun menuntut agar lambang serta nama PPP tidak digunakan oleh pihak lain, hanyalah kepengurusan DPP PPP di bawah pimpinan H. Djan Faridz.
Terkait putusan MK itu sendiri, Humprey menilai aneh bin ajaib. Dia mengaku butuh waktu selama 300 hari untuk menunggu pembacaan putusan perkara tersebut, 4 bulan sidangnya, dan 6 bulan menunggu setelah sidang terakhir.
“Saat diperiksa panelis hakim di awal sidang termasuk hakim Patrialis Akbar sudah dinyatakan OK, tinggal sedikit perbaikan, malah dikatakan mau dikabulkan atau tidak, ada rekamannya,” tuturnya.
Menurut Humprey, seharusnya legal standing tidak menjadi ada masalah. Namun, dia heran karena saat putusan baru dikatakan legal standingnya tidak benar.
“Bukan hanya perkara kita di Nomor 35 saja, tapi juga perkara kita di Nomor 93 yang kuasa hukumnya Hamdan Zoelva, juga ditolak karena legal standing. Padahal, beliau mantan ketua MK yang tentu pengalamannya tidak perlu diragukan. Jadi pasti ini tidak normal-lah,” pungkas dia.
sumber: beritasatu.com