Menurut Hamdan, berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Pemilu 2019 mendatang digelar serentak. Praktis, dengan begitu tak ada lagi ketentuan presidential threshold.
Seperti diberitakan, Menteri Tjahjo mengusulkan agar presidential threshold tetap diberlakukan dengan perolehan suara minimal 20-25 persen. Hal ini serupa dengan aturan pada Pemilu 2014 lalu. Partai politik dapat membentuk gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) menyetujui usulan tersebut. Sementara Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Demokrat menolak pemberlakuan presidential threshold. Sisanya Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) belum menentukan sikap.
Berikut pernyataan bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva terkait pro-kontra penerapan presidential threshold.
Pendapat Anda tentang pro-kontra presidential threshold?
Dengan dilakukannya pemilu serentak pada 2019, menurut saya tidak relevan lagi bicara presidential threshold.
Kenapa?
Karena bagaimana menentukan partai atau gabungan partai yang memenuhi syarat presidential threshold? Di Undang-Undang Dasar (UUD) itu yang berhak mengajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden kan peserta pemilu. Nah, peserta pemilu yang mana? Ya peserta pemilu yang serentak itu. Kalau peserta pemilu serentak dikasih syarat lagi, saya enggak bisa menemukan dasar logikanya.
Menurut Mendagri peserta pemilu yang bisa mengusung pasangan capres-cawapres itu peserta pemilu 2014?
Kalau seandainya dia bilang begitu, maka akan ada masalah. Kalau peserta pemilu sebelumnya tapi enggak ikut pemilu kali ini bagaimana? Bisa ikut usung enggak? Masak enggak ikut pemilu tapi memenuhi syarat buat mengusung. Jadi gitu.
Kalau begitu presidential threshold terhapus ya?
Iya. Karena pemilunya serentak, maka secara otomatis terhapus seharusnya. Menemukan syarat itu susah. Dulu kan bisa dikasih syarat karena penyelenggaraan pemilunya terpisah. Pemilihan presiden (pilpres) dilakukan setelah pemilu legislatif (pileg). Kalau pemilu serentak bagaimana caranya?
Untuk pihak yang masih ngotot agar presidential threshold tetap ada, ada solusi?
Menurut saya enggak ada. Kalau ada paling itu alasan yang dicari-cari. Kalau dicari-cari itu bisa bertentangan dengan konstitusi. Karena UUD menyatakan calon presiden dan calon wakil presiden diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang menjadi peserta pemilu. Jadi pasti orang ngajukan gugatan lagi.
Kok Anda yakin sekali kalau partai pendukung pemerintah tetap ngotot menginginkan presidential threshold akan ada gugatan lagi?
Saya juga tidak bisa pastikan. Tapi kemungkinan akan ada yang menggugat. Yang merasa berkepentingan pasti menggugat, karena enggak ada dasarnya. Yang konstitusional, yang logic menurut konstitusi enggak bisa dikasih PT(presidential threshold) lagi.
Kalau putusan MK soal pemilu serentak ini masih bisa digugat enggak?
Enggak bisa, dia final mengikat. Berlaku sudah.
Kalau DPR merevisi undang-undang itu untuk mengatur pemilu enggak serentak lagi bagaimana?
Mereka bisa saja bikin undang-undang lagi buat atur itu, tapi pasti digugat lagi dan kemungkinan kembali lagi ke pemilu serentak. Kecuali MK berubah pandangan, dan kembali menyatakan pemilu enggak harus serentak lagi. ***