SOSOKNYA sederhana. Tenang. Senyum mengembang selalu menghiasi wajahnya. Itulah kesan yang lekat pada diri Hamdan Zoelva, kala bertemu dengannya.
Ia satu di antara banyak cerdik pandai negeri ini. Meski pernah gagal menjadi dosen—profesi yang diminatinya sejak lama—pamor Hamdan hingga kini masih menyala, tak hanya di ranah hukum, tapi juga politik.
Hamdan kuat berkeyakinan, hukum dan politik tak boleh berpunggungan. Keduanya harus bersalaman, mencipta demokrasi yang diinginkan.Reformasi, satu episode sejarah bangsa, menarik Hamdan ke gelanggang politik. Kala itu, untuk kali pertama setelah 30 tahun lamanya, “turunkan Soeharto” menggema ke pelosok negeri. Tabu politik telah dijungkirkan. Hamdan turut menyemai api dalam sekam Reformasi yang melahap kediktatoran Orde Baru.Ia lalu memilih bergabung dengan Partai Bulan Bintang (PBB), partai yang hingga kini diakui tak pernah ditinggalkannya. Dari PBB, Hamdan melenggang ke Senayan dalam rentang 1999-2004. Dalam periode itulah, Hamdan menjadi satu-satunya wakil Fraksi PBB di Panitia Ad Hoc (PAH) I MPR yang membidani perubahan Undang-Undang Dasar 1945.”Saya teringat 18 tahun lalu, saya adalah Ketua Panitia Milad dan Tasyakuran pertama PBB. Tahun 1999. Saat itu, Pak Anwar Haryono adalah juru bicara Partai Masyumi yang terakhir, datang dengan kursi roda,” ujarnya saat ditemui rilis.id pada acara Halal bi Halal PBB, beberapa waktu silam.Hingga kini, pembaca biografi politik ini selalu terenyuh mendengar lagu Mars PBB. Meski, sejak didaulat menjadi Hakim Mahkamah Konstitusi, partai tak lagi jadi ruang ekspresi politiknya. “Saya sekarang ini, saya tidak pernah meninggalkan PBB. Dulu syarat menjadi Hakim Konstitusi itu harus mundur dari anggota partai, syaratnya begitu,” beber Hamdan dengan nada sayup.Sejak saat itulah, penggemar olahraga golf ini tak lagi mengurusi partai politik. Walau diakuinya, tawaran demi tawaran tak kunjung henti bertalu di telinganya. Ia tetap diminta untuk menjadi pimpinan partai kecil maupun besar.Hamdan tak bergeming. Sikapnya tegas seraya menyusun jari sepuluh, tak mengiyakan. Alasannya tak muluk, kini dirinya diamanahkan memimpin ormas pergerakan tertua Indonesia, Syarikat Islam (SI). Baginya, generasi politik itu patah tumbuh, hilang kan berganti.Ia seolah ingin beralih, dari politisi aktif menjadi pengader bibit baru pemimpin bangsa. Menjadi seperti HOS Tjokroaminoto, guru para pendiri bangsa. Tanpa berucap, ia tampak berpesan, keteladanan harus diberikan pada generasi muda untuk membesarkan Indonesia, negeri yang sangat dicintainya.”Banyak teman yang mengajak untuk masuk menjadi pemimpin partai besar. Alasan saya cukup kuat, saya ini Ketum Syarikat Islam, ormas yang sekarang ini tidak memungkinkan saya menjadi pemimpin partai,” ucapnya lugas.Syarikat Islam, Hamdan lantas berkisah, adalah nenek buyut dari partai dan pergerakan di Indonesia kini. Nyaris, tokoh dari semua aliran lahir dari rahimnya. Tokoh Islam, nasionalis, bahkan komunis sekalipun pernah mencicip tangan dingin Tjokro, sang begawan SI. Ia guru Soekarno, pendidik ulung bagi Semaun dan Alimin, dan teladan bagi Kartosoewirjo. Tiga kombinasi murid inilah selanjutnya yang menentukan mazhab politik Indonesia hingga hari ini. Pengaruh mereka bahkan masih tampak saat kita membuka pintu rumah sekalipun.”Mereka itu anak kosnya Tjokroaminoto. Mereka semua belajar pada Tjokro. Ada yang paling kanan, ada yang paling kiri, ada juga yang tengah. Yang tengah kemudian berkuasa, yang kiri diberangus dan yang paling kanan diberangus. Tapi itu semua lahir dan dididik oleh SI,” tutur Hamdan dengan bangga.Sejarah selalu berulang. Dengan latar dan tantangan berbeda, Hamdan ingin menapak jejak yang pernah ditorehkan Guru Tjokro; mendidik generasi bangsa, memompa semangat mereka untuk tak surut membangun negeri.Kaki kanan kita telah berada di surga, tinggal menyejajarkan kaki kiri. Sebab, jika tidak, jatuh di jurang neraka adalah hasilnya. SI adalah medan perjuangan Hamdan, melangkahkan kaki kirinya sejajar dengan kaki kanan. Itu siratan dari pesan dan ikhtiarnya.Baginya, sudah cukup, ketertinggalan melanda kelompok mayoritas negeri ini. “Saya ingin mengayomi seluruh kepentingan Islam yang sejak awal sudah ada,” paparnya.Mantap sudah, pria yang lahir 21 Juni 1962 ini tak lagi berpartai. Ia lebih memilih jalan dakwah dan ekonomi bersama SI. Jalan yang dulu pernah dilakukan Rasulullah, sang idola utama yang selalu dikaguminya. Ia ingin menyebarkan ide dan keteladanan kepada generasi muda.”Anggota SI tersebar. Ada yang jadi bupati, jadi gubernur, ada yang dari Golkar, PPP, Gerindra, dan semuanya. Dan Wagub DKI Jakarta terpilih (Sandiaga Uno, red) juga pengurus DPP SI. Jadi, banyak sekali yang diayomi SI,” tandas Hamdan.
sumber: rilis.id