PROKAL.CO, BONTANG – Polemik tapal batas Kampung Sidrap memasuki babak baru di mana dalam waktu dekat konsultan hukum akan didatangkan. Ketua Komisi I DPRD Agus Haris mengatakan penunjukan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva untuk memberikan penilaian terkait produk hukum yang akan digugat, yakni Permendagri nomor 25 tahun 2005 terkait penentuan tapal batas Kukar, Kutim, dan Kota Bontang. “Nanti saya datangkan Hamdan Zoelva untuk memberikan penilaian,” kata Agus Haris kepada Bontang Post Selasa (24/20) lalu.
Pengalaman Hamdan Zoelva dapat membantu menyelesaikan kasus tapal batas yang belum terpecahkan sejak sepuluh tahun yang lalu. Rencana mendatangkan pakar hukum tersebut akan dihelat pada bulan November.
“Iya November ini dia (Hamdan Zoelva, Red.) datang. Kami datangkan sebagai konsultan hukum pemerintah,” tambahnya.
Terkait dengan penganggarannya, Politisi Gerindra ini mengatakan sudah tidak ada masalah dikarenakan masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan tahun ini. Oleh karena itu, fokus sekarang terletak pada kesiapan materi judicial review untuk memenangkan gugatan.
“Penganggarannya sudah masuk APBD-P tahun ini,” tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, polemik tapal batas Sidrap yang diperebutkan Bontang dan Kutai Timur akan berujung pada meja hijau. Hal ini diketahui setelah Komisi I DPRD Bontang menyampaikan laporan bahwa satu-satunya jalan penyelesaian masalah ialah melakukan Judicial Review.
Menurut Ketua Komisi I Agus Haris beberapa cara yang sudah dilakukan tidak bisa berjalan mulus semisal pendekatan kultur, politik, dan pemerintahan. Bahkan berdasarkan konsultasi kepada DPRD Kutim pada Desember 2014, pihak Kutim menganggap masalah tapal batas sudah final, jikalau ada keberatan dari masyarakat supaya menempuh jalur hukum. “Itu ada dalam notulen rapat,” kata Agus Haris.
Politisi Gerindra ini beralasan penyelesaian polemik melalui proses Judicial Review dikarenakan produk hukum yang ada cacat. Diantaranya, tidak adanya tahapan sosialisasi kepada masyarakat sebelum ketetapan diputuskan.
“Ini tidak dilakukan (sosialisasi, Red.) , tidak ada bukti pendukung yang saya lihat baik itu notulen di provinsi maupun di Kutim dan Bontang,” tambahnya.
Selain itu, patokan batas yang disepakati tidaklah sesuai dengan kaidah. Pada umumnya batas suatu wilayah berupa tanda-tanda alam seperti gunung ataupun sungai.
Tanda buatan juga dapat dipakai asalkan tanda tersebut harus baru, artinya setelah penetapan. Menariknya, yang dipakai sebagai patokan batas ialah jalan pipa yang sebelum ditetapkan sudah ada.
“Apakah sudah dimintakan izin ke mereka (Pertamina, Red). Tidak ada dokumen itu yang mengatakan setuju dipakai,” tuturnya.
Aspek-aspek yang harus dipenuhi dalam pembuatan sebuah produk yakni kepastian hukum, keadilan, dan manfaat juga tidak diterima oleh warga Sidrap. Produk hukum yang terjadi justru menjauhkan pelayanan, artinya hal ini menabrak Undang-Undang Otonomi Daerah tentang pendekatan pelayanan prima.
Dalam rapat paripurna Pengambilan Keputusan Terhadap Raperda Kota Bontang Tentang Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Bontang Tahun 2017, Ketua DPRD Nursalam mengatakan sudah melakukan komunikasi politik dengan Pimpinan DPRD Kutim untuk tidak melakukan protes terhadap upaya hukum yang dilakukan Pemkot Bontang. Dikarenakan upaya Judicial Review ini akan sia-sia jika dari Pemkab Kutim bersikap aktif juga. (*/ak)
sumber: prokal.co