Dua tokoh nasional sekaligus pengurus Syarikat Islam, Hamdan Zoelva dan Andrinof Chaniago, menjadi pembicara dalam “Dialog Pengusaha Ekonomi Kreatif Bogor” yang digelar Majelis Ekonomi Syarikat Islam dan Koperasi Mitra Madani, Sabtu (10/3/2018). Dialog yang diikuti pelaku UKM se-Kabupaten Bogor ini berlangsung di Sentra Oleh-oleh Lingkung Gunung, Desa Pancawati, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor.
Kedua tokoh nasional dan ekonom itu mendorong pentingnya keberpihakan pemerintah dan pelaku usaha besar terhadap pelaku usaha kecil seperti UMKM. Sebab, daya saing UMKM masih lemah sementara tekanan ekonomi global masih kuat.
Ketua Majelis Ekonomi Syarikat Islam, Andrinof Chaniago, memaparkan, tantangan kita saat ini adalah pengaruh kuat ekonomi di tingkat global, terutama kebijakan-kebijakan di Amerika. Kemudian, serbuan ekonomi Cina yang membuat orang kerepotan. Serbuan barang impor dan modal Cina membuat negara seperti Indonesia harus pandai-pandai supaya tidak mengganggu penyediaan lapangan kerja dan menimbulkan ketergantungan.
“Secara umum kalau di dalam sih kita makin kuat. Kenapa, karena mulai tahun ini sebagian infrastruktur yang dibangun mulai berfungsi. Itu artinya apa yang dibangun selama 2,5 tahun ini mulai menuai hasil. Jadi menurut saya prospeknya tetap bagus meski tekanan dari ekonomi global masih kuat,” ungkapnya.
Potensi ekonomi Indonesia sendiri masih sangat besar. Salah satu buktinya di bidang perikanan, produksinya meningkat akan tetapi industrinya belum hidup. “Kita punya tantangan bersama, yaitu permintaan yang tak pernah turun. Selagi jumlah penduduk bertambah, peluang pasar besar sekali,” katanya.
Yang perlu dilakukan, kata Andrinof, adalah penguatan kebijakan dan sinergi antara pemerintah dengan pelaku bisnis, termasuk para pelaku ekonomi besar mau merangkul pelaku usaha kecil seperti UMKM.
“60-an juta pelaku UMKM itu perlu diperkuat supaya ekonomi bergerak dan memberikan manfaat bagi masyarakat banyak. Tapi kalau UMKM menjadi pemain pinggiran terus, ekonomi masyarakatnya tak akan maju-maju. Yang besar harus turun membantu yang kecil dan seterusnya. Misalnya, perbankan di samping yang komersil ya harus ada yang sosialnya. Perusahaan-perusahaan supermarket juga harus begitu, harus ada pemihakan terhadap produk-produk UKM,” kata Komisaris Utama BRI ini.
Sementara Ketua Umum Syarikat Islam, Hamdan Zoelva, mengungkapkan, memang selama ini kebijakan ekonomi lebih memihak kepada pengusaha-pengusaha besar, di mana bunga kredit saja zaman dulu lebih murah untuk pengusaha-pengusaha besar dibanding untuk UMKM.
“Tapi sekarang ada perkembangan cukup bagus. Saya apresiasi perkembangannya. Pemihakan terhadap usaha kecil UMKM mulai bagus. Bunga kredit bank mulai turun, turun, turun. Kita berharap bisa turun lagi. Sekarang tujuh persen, harus bisa empat persen, begitu. Agar ini (UMKM) bisa ditumbuhkan,” katanya.
Hamdan Zoelva menegaskan, untuk menumbuhkan ekonomi usaha kecil menjadi besar harus ada penguatan modal, kebijakan pemerintah harus mempermudah pelaku UMKM, pelatihan bagi pelaku UMKM agar meningkatkan kualitas produk lebih baik, kemudian pemerintah membantu dalam pemasaran produk.
“Nah ini menjadi penting. Tidak boleh disamakan kebijakan untuk pengusaha besar dengan pengusaha kecil. Harus ada kebijakan yang melindungi usaha kecil. Kalau tidak, mereka tidak akan bisa bersaing,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.
Syarikat Islam
Dalam kesempatan tersebut, Hamdan Zoelva juga mengulas sejarah dunia usaha di Indonesia. Di mana pada zaman penjajahan, sejak lama rakyat kecil, bumiputra, muslim, dalam posisi terjepit tidak punya akses terhadap pasar. Yang punya modal dan pedagang besar adalah orang Belanda. Perantaranya orang-orang Tionghoa.
Karena itulah berdiri Syarikat Dagang Islam (SDI) tahun 1905 di Lawean, Solo, Jateng, yang dipelopori oleh Samanhudi. Maksudnya saat itu mengumpulkan para pedagang batik agar memperkuat diri dan bisa menekan.
SDI kemudian berkembang menjadi besar dan jadi pergerakan kemerdekaan. Kemudian berubah menjadi Syarikat Islam dengan tokohnya H. Oemar Said Tjokroaminoto, H. Agus Salim, dan lain-lain. Pergerakan ini sangat menguatirkan Belanda. Kemudian lahirlah dari situ Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan sebagainya.
“Sejak tahun 2015, Syarikat Islam yang tak pernah mati dibangun kembali dengan yang kita sebut ‘kembali ke khittah’ yaitu urusan memperkuat para pedagang dan usaha kecil menjadi besar. Yang sudah besar kita bersatu untuk memperkuat usaha kecil. Yang kecil kita naikkan, yang menengah kita naikkan lagi. Dengan bersatu kita bisa kuat. Ini fungsi Syarikat Islam,” paparnya.
Hamdan Zoelva menegaskan, Syarikat Islam hanyalah ormas biasa yang fokusnya pada dakwah Islam (pengajian) dan memperkuat ekonomi. Syarikat Islam bukan partai dan tak akan pernah jadi partai. Syarikat Islam adalah organisasi yang berfungsi membantu, mendorong, menyatukan pelaku usaha kecil dari kalangan umat Islam agar menjadi besar.
“Karena kondisinya sangat menguatirkan. Dari sekitar 50 pengusaha besar di Indonesia, kurang dari 10 orang adalah pengusaha kalangan Islam 40 orangnya adalah Tionghoa. Itulah masalah yang dihadapi. Syarikat Islam hadir siap membantu memfasilitasi dengan lembaga-lembaga keuangan, menjembatani atau mendobrak pengusaha besar agar mau mengakses pelaku usaha kecil. Sudah kita ketahui bersama, banyak pengusaha besar yang sudah menggurita tokonya di mana-mana, layer kedua yang bisa masuk itu orang dia juga, orang ketiganya orang dia juga, kita hanyalah orang keempatnya. (cep)
sumber: facebook.com @hamdanzoelvapage