Jakarta – Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Maria Farida Indrati mengalami berbagai kondisi dalam menjalankan tugasnya sebagai hakim konstitusi di bawah lima kepemimpinan berbeda. Maria telah menjabat sejak MK dipimpin oleh Jimly Asshiddiqie, dilanjutkan Mahfud MD, Akil Mochtar, Hamdan Zoelva sampai Arief Hidayat.
“Sebagai salah satu hakim konstitusi yang mengalami lima kepimimpiman Ketua MK, sejak Jimly, Mahfud MD, Akil Mochtar, Hamdan Zoelva dan Arief Hidayat, saya dapat merasakan berbagai situasi yang kadang-kadang berkecamuk dalam diri saya,” ujar Maria Farida saat menyampaikan harapan Ketua MK di Lantai 4 Gedung MK, Jakarta, Senin (2/4).
Maria mengaku dirinya pernah merasa bangga ketika prestasi MK diapresiasi oleh banyak pihak. Namun, rasa sedih dan malu juga pernah dialami karena MK dianggap tidak bersih lagi.
“Rasa malu pun pernah dialami ketika nama dan foto diri ini terpampang di media karena dianggap ikut dalam korupsi untuk menangani sengketa Pilkada,” ungkap dia.
Maria Farida memang sempat dikaikan dengan kasus suap sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas yang melibatkan Mantan Ketua MK Akil Mochtar. Maria pernah diperiksa dalam kasus tersebut karena menjadi anggota panel hakim yang menangani sengketa tersebut.
Lebih lanjut, Maria juga merasa galau bahkan ingin mengundurkan diri dari hakim konstitusi ketika Keputusan Presiden tentang pengangkatannya kembali menjadi hakim konstitusi dipermasalahkan dan digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hal ini dialami Maria pada tahun 2013 di mana Keppres 87/P/2013 tentang Pengangkatan Hakim Konstitusi Maria Farida dan Patrialis Akbar digugat oleh YLBHI dan ICW ke PTUN.
“Perasaan galau dan ingin mengundurkan diri pernah terjadi ketika Keppres pengangkatan kembali hakim konstitusi dipermasalahkan dan diajukan ke PTUN. Bagaimana bisa seorang hakim diangkat kembali, keputusannya diajukan ke pengadilan karena pengangkatannya dalam satu keputusan presiden,” tutur dia.
sumber: beritasatu.com