PROKAL.CO,
“Kalau Sidrap dibawa ke Kutim, artinya melukai UU Otonomi daerah,”
Agus Haris, Ketua Komisi I DPRD
BONTANG – Hingga kini, polemik status wilayah Kampung Sidrap belum juga usai. Dengan semakin rumitnya masalah tersebut, tentu warga Sidrap merasa seperti dibuang oleh pemerintah. Baik oleh Pemkot Bontang maupun oleh Pemkab Kutim. Pasalnya, beberapa program pemerintah tak bisa mereka nikmati akibat menggantungnya status daerah mereka.
Terkait hal tersebut, Ketua Komisi I DPRD Agus Haris angkat suara. Ia meminta kepada Pemkot Bontang untuk segera mengambil tindakan. Salah satunya dengan membawa permasalahan ini ke meja Mahkamah Konstitusi (MK).
Langkah tersebut diambil jika upaya persuasif tidak dapat dilakukan oleh kedua daerah. Meliputi Pemkot Bontang dengan Pemkab Kutim. “Segera tempuh jalur ke MK jika persuasif mentok,” kata Agus Haris, kepada Bontang Post, Sabtu (13/10) kemarin.
Politisi Partai Gerindra ini berujar, sebenarnya terdapat celah dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 141 Tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah. Meskipun cakupan tersebut tidak hanya mengatur daerah di Kaltim saja, akan tetapi seluruh Indonesia. “Di situ ada muatan bilamana ada tapal batas yang kurang pas,” tuturnya.
Pada pasal 21 ayat pertama dan ketiga dijelaskan, jika ada perselisihan penegasan batas daerah antar kabupaten atau kota dalam satu provinsi, maka diselesaikan oleh menteri. Pria yang juga merupakan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD itu pun menilai masuknya Sidrap ke Bontang pun telah mendapat restu Gubernur Kaltim. Bahkan, surat peninjauan ulang tapal batas pun sudah dikirim ke Kemendagri.
“Permasalahannya surat tersebut sudah dibalas atau belum, tidak diketahui. Karena berada di Pemprov Kaltim. Harapan saya, karena ini ranah Pemkot Bontang, agar segera menanyakan itu,” ucapnya.
Upaya penempuhan jalur hukum merupakan tanggung jawab pemerintah dalam melindungi warganya. Mengingat semangat otonomi daerah bertujuan untuk mendekatkan pelayanan secara prima. “Kalau Sidrap dibawa ke Kutim artinya melukai UU Otonomi daerah tersebut,” kata dia.
Pasalnya lanjut Agus, warga Sidrap tidak memperoleh tiga aspek jika bergabung dengan Kutim. Meliputi, keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Bahkan, solusi menempuh melalui MK pun diajukan pula oleh mantan hakim MK Hamdan Zoelva, yang datang ke Bontang beberapa waktu lalu.
“Waktu itu Hamdan Zoelva telah memberi masukan kepada Pemkot Bontang bahwa langkah yang paling tepat adalah ke MK, jika semua sudah buntu,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, warga Sidrap menyambut baik keputusan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak yang akan menarik Sidrap ke wilayah Bontang. Menurut mereka, banyak keuntungan apabila Sidrap masuk wilayah Kota Taman. Salah satunya adalah kemudahan administrasi dan tersedianya air bersih.
Atiyah, seorang warga setempat, mengungkapkan perasaan senangnya. Pasalnya, tinggal di Sidrap tanpa kejelasan menjadi bagian Kutai Timur (Kutim) atau Bontang, dirinya merasa kesulitaan apabila sakit.
“Apalagi warga yang memiliki KTP Kutim, seperti dipersulit kalau sakit. Bahkan, untuk kebutuhan air bersih pun kami tidak mendapat pelayanan dari PDAM dan harus minta ke PC (perumahan PKT, Red.) atau ke RS PKT,” terang Atiyah saat ditemui di kediamannya. (ak)