TEMPO.CO, Jakarta – Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengusulkan ada badan baru yang bertugas untuk mengharmonisasi peraturan perundang-undangan. Hal ini, kata dia, untuk menjawab masalah obesitas regulasi yang Indonesia miliki imbas dari banyaknya peraturan yang ada.
“Salah satu solusi yang dipertimbangkan untuk menyelesaikan masalah regulasi adalah melakukan penguatan kelembagaan. Penguatan itu dilakukan dengan cara membentuk sebuah organ atau institusi tunggal (single center body) pembentuk peraturan perundang-undangan,” kata Pramono dalam pidato kuncinya di seminar nasional ‘Reformasi Hukum: Menuju Peraturan Perundang-undangan yang Efektif dan Efisien’, di Hotel Grand Hyatt, Rabu, 28 November 2018.
Pramono menjelaskan lembaga ini akan memimpin kementerian/lembaga dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. Lembaga ini berkedudukan langsung di bawah presiden.
Menurut dia, fungsi pembentukan peraturan perundang-undangan di kementerian/lembaga akan dihapus. Namun mereka tetap menjadi pengambil inisiatif dalam membentuk rancangan undang-undang. “Kementerian/lembaga tetap menjadi pemrakarsa penyusunan suatu rancangan perundang-undangan,” ujarnya.
Semantara itu, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengusulkan agar Badan Pembinaan Hukum Nasional dikeluarkan dari Kementerian Hukum dan HAM agar dan diubah menjadi lembaga yang akan dibentuk ini. Nantinya lembaga ini akan berfungsi untuk menjaga harmoni antarperaturan perundang-undangan baik secara vertikal maupun horizontal dan konsisten dengan kebijakan presiden.
Tugasnya, kata Hamdan, mulai dari menghimpun informasi dan data mengenai kebutuhan atas adanya peraturan yang baru atau penyempurnaan atas peraturan yang ada, memantau implementasinya, memeriksa draf peraturan sebelum disahkan dan memeriksa draf RUU dari pemerintah sebelum diajukan ke DPR. “Dan memeriksa RUU dari DPR atau DPD sebelum pembahasan dengan DPR atau DPD,” ujarnya di seminar yang sama.
Pramono mengatakan Indonesia bisa belajar dari Korea Selatan yang menerapkan model seperti ini. Terlebih Indonesia telah menandatangani nota kesepahaman dengan Korea Selatan untuk mengetahui lebih banyak dan belajar tentang hal tersebut. Namun, kata Pramono, rencana ini tetap harus melibatkan DPR. “Karena hak legislasi ada di parlemen,” ujarnya.
sumber: tempo.co