Jakarta: Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva menyebut vonis yang diterima terpidana kasus suap impor gula Irman Gusman aneh. Hamdan menilai keterlibatan Irman Gusman dalam pengadaan kebijakan impor gula harus dibedah lebih jauh.
“Kesimpulannya, putusan ini sedikit aneh. Kalau dari sisi keadilan dan acuan mempergunakan sisi hukum positivistik normatif, dua-duanya saya tidak melihat di putusan itu,” kata Hamdan dalam diskusi publik Eksaminasi Terhadap Putusan Perkara Irman Gusman di Jakarta, Selasa, 12 Februari 2019.
Hamdan mempertanyakan apakah kedudukan dan wewenangnya sebagai Ketua DPD berkaitan dengan pengadaan impor gula.
Terkait perbuatan memperdagangkan pengaruh yang diputuskan oleh majelis hakim, terdapat kerancuan dalam penerapannya. Pasalnya, kata Hamdan, perbuatan memperdagangkan pengaruh belum termasuk dalam undang-undang, meski sebelumnya telah diratifikasi dari United Nations Conventiont Against Corruption (UNCAC).
“Betul konvensi sudah diratifikasi, tapi belum berlaku sebagai undang-undang positif. Karena ratifikasi itu pernyataan kesediaan atau komitmen untuk memasukkan norma dalam konvesi ke UU. Jadi, itu belum bisa dilakukan sebagai hukum pidana,” kata Hamdan.
Hamdan mengatakan, ketika mengajukan Peninjauan Kembali, ia telah menyatakan bahwa tidak bisa mengaitkan perbuatan Irman Gusman dengan perdagangan pengaruh dengan pasal yang diputuskan kepadanya.
“Dari sisi aliran hukum positivistik, bagi saya tidak tepat,” kata Hamdan.
Seperti diketahui, Irman Gusman divonis 4,5 tahun penjara karena terbukti menerima suap Rp 100 juta terkait kuota pembelian gula impor di Perum Bulog.
Irman juga divonis tambahan berupa pencabutan hak politik selama 3 tahun usai menjalani pidana pokok. (Rahmatul Fajri)