Oleh Dede Prandana Putra
Pernyataan politisi senior, Amien Rais terkait akan melakukan aksi People Power apabila terjadi kecurangan dalam pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) 2019 mendapat kritikan dari organisasi yang tergabung dalam kelompok Cipayung Plus. Hal ini terlihat dari konferensi pers yang dilakukan oleh kelompok Cipayung Plus dalam agenda Sekolah Kebangsaan dengan tema “Perlukah People Power… Demokrasi?”.
Dalam konferensi pers di Asrama Sunan Giri, Rawamangun, Jakarta Timur, pada Jum’at (12/4), beberapa element organisasi mahasiswa menyampaikan sikap mereka terhadap pernyataan Amien Rais yang telah menimbulkan pro kontra ditengah masyarakat. Seperti pernyataan dari Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam Badan Koordinasi Jabodetabeka-Banten, Hendra Purwanto, yang dengan tegas mengatakan dengan ada informasi kecurangan menjelang pemilu 2019, kita sebagai warga negara yang baik serta Indonesia merupakan negara hukum, maka penyelenggara harus melaksanakan tugasnya berdasarkan aturan hukum. Tindak tegas jika ada kecurangan, tidak langsung dengan People Power.
Sementara itu, Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jakarta Pusat, Jacky Jamrewav mengungkapkan mendorong pemilu yang demokratis serta independen untuk aparat negara. Memberikan kepercayaan kepada lembaga-lembaga terkait dan bila pun nanti ada kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam pemilu kali ini, kita harus percayakan kepada aparat-aparat penegak hukum yang memiliki kewenangan terkait hal tersebut. Apabila proses hukum tidak dijalankan dengan baik, hal ini berdampak kepada proses pemilu, dimana masyarakat tidak akan percaya lagi dengan pemilu, karena adanya bentuk-bentuk kecurangan. Begitu kira-kira ucapannya.
Kritikan juga datang dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Dalam pernyataannya, Jimmy Juliand selaku perwakilan dari KAMMI mengatakan jika upaya People Power ini adalah upaya terakhir. Ia pun menilai menurut kajian kami People Power ini juga menimbulkan pergesekan di kalangan masyarakat, kami Mengajak kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tidak takut datang ke Tempat Pemungutan Suara untuk menggunakan hak pilihnya.
Kritikan juga datang dari Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Jakarta Raya. Yaser Hatim selaku perwakilan dari SEMMI Jakarta Raya mengecam tindakan Amien Rais yang menakut-nakuti masyarakat dengan ancaman People Power. Senada dengan itu, Fikrie Firdauzi selaku Ketua Pimpinan Wilayah Pertahanan Ideologi Syarikat Islam (PW PERISAI) DKI Jakarta dalam pernyataannya menilai tak elok kalau tokoh bangsa sekelas Amien Rais tidak percaya kepada lembaga penegak hukum, terutama Mahkamah Konstitusi.
Melihat beberapa pernyataan dari kelompok Cipayung Plus, dapat kita tarik benang merah bahwa People Power merupakan langkah terakhir. Negara kita sebagai negara hukum tidak pernah membolehkan aksi masyarakat atau People Power menjadi jalan, walau memang People Power pun sah.
Menurut saya, dari semua pernyataan kelompok Cipayung Plus merupakan penguatan dari pernyataan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Dr. Hamdan Zoelva, perihal People Power. Salah satu pernyataan beliau seperti yang dimuat dalam detik.com beberapa waktu lalu, menyampaikan Indonesia sebagai negara hukum harus melewati proses dari lembaga hukum terlebih dahulu, jangan langsung People Power, apalagi sampai mengatakan jika tidak memerlukan Mahkamah Konstitusi.
Padahal, Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yudikatif yang memiliki kewenangan untuk memutus perkara tentang perselisihan hasil pemilihan umum. Sementara, jika masalah kecurangan pemilu dilakukan oleh penyelenggara seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), jika itu pelanggaran administrasi dan/atau kode etik bisa dilaporkan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), namun jika itu pelanggaran pidana bisa dilaporkan kepada polisi.
Sedangkan, perihal aparat penegak hukum yang tidak netral, menurut Hamdan Zoelva dalam wawancara dengan stasiun televisi nasional i-News, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bisa memanggil mereka. Kesimpulannya, menurut Hamdan Zoelva, sebagai negara hukum dan negara demokrasi, jika ada masalah dalam institusi hukum dan demokrasi, maka DPR bisa memanggil mereka. Tidak dengan mengabaikan fungsi DPR sebagai lembaga pengawas pemerintah, fungsi Mahkamah Konstitusi yang diberi wewenang memutus perkara tentang perselihan hasil pemilihan umum.
Menurut saya, proses pengabaian seperti yang dilontarkan oleh Amien Rais saat apel siaga 313 di Masjid Sunda Kelapa yang mengatakan tidak akan menggugat ke Mahkamah Konstitusi, namun langsung People Power, merupakan tindakan yang tidak menghormati fungsi lembaga peradilan yang dibuat pasca reformasi. Padahal, sebagai bapak reformasi, Amien Rais seharusnya paham jika sebelum People Power harus melewati proses hukum terlebih dahulu, dimana kemunculan lembaga tersebut merupakan salah satu andil dari beliau.
Melihat proses demokrasi kita yang masih berjalan belum sempurna, seharusnya tugas bagi tokoh bangsa untuk menyejukkan masyarakat melalui pernyataan yang tidak memancing terjadinya gesekan ditengah masyarakat. Karena sama-sama kita ketahui, dalam setiap People Power, dimanapun negaranya pasti akan memakan korban dan membenturkan masyarakat. Contohnya adalah Indonesia tahun 1998 saat menumbangkan rezim orde baru, Philipina, Thailand dan lainnya.
Kita semua tidak mau menjadi korban dari proses People Power. Seharusnya yang kita lakukan disaat proses demokrasi kita masih berjalan, maka harus kita junjung proses tersebut. Jika toh memang ada kecurangan dalam proses demokrasi, mohon jangan benturkan lagi masyarakat dengan People Power. Cukup dengan cara DPR memanggil mereka untuk mempertanggungjawabkan perbuatan curang yang mereka lakukan, setelah itu serahkan kepada aparat penegak hukum untuk memberikan sanksi kepada mereka.
Kita masih percaya kepada aparat penegak hukum karena kita adalah negara hukum.
sumber: suarasi.com