Jakarta: Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva tidak menampik akan adanya potensi sengketa dalam gelaran pemilihan umum (pemilu) serentak kali ini. Dia menyebut sengketa tersebut juga berlaku untuk pemilihan presiden (pilpres).
“Dalam sejarah pemilu di Indonesia, potensi sengketa selalu ada, dan saya juga berkeyakinan hampir bisa dipastikan pemilu (kali ini) akan sampai di MK paling tidak dalam sengketa legislatif, mungkin juga sengketa pilpres,” kata Hamdan ditemui di Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Center, Senopati, Jakarta Selatan, Minggu, 21 April 2019.
Hamdan menganggap wajar sengketa yang mungkin terjadi. Dia bahkan menilai dengan kondisi saat ini yang lumayan panas serta ada klaim kemenangan, akan aneh jika tidak ada sengketa. Pasalnya, seluruh masalah yang dipersoalkan dalam pemilu harus diselesaikan di meja MK.
Menurut dia, yang terpenting adalah permasalahan yang ada tidak sampai menciptakan keributan besar hingga merugikan negara. Untuk itu, sengketa ini akan lebih baik diselesaikan melalui jalur hukum yang ada, yakni MK. MK pun akan memeriksa detail perkara dan dalam waktu 45 hari kerja untuk menuntaskan perkara sengketa pemilu.
“Ini adalah proses biasa dan kita sudah mengalami empat kali pemilu dan proses sengketa berjalan biasa saja. Ada ribut, ada pelanggaran, itu proses yang normal terjadi. Yang paling penting ribut enggak sampai ke kerusuhan, tapi masalah-masalah kecil kita selesaikan secara hukum dan proses pengadilan yang ada,” jelas Hamdan.
Sementara itu Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) Oce Madril mengatakan hadirnya MK menjadi saluran bagi seluruh pihak untuk menyelesaikan sengketa dengan damai dan kontestasi dengan hukum. MK, kata dia, juga menjadi alternatif penyampaian rasa tidak puas atas hasil pemilu.
“Jika tidak disalurkan dengan jalur yang benar, alternatifnya adalah menggunakan people power,” ujar Oce.
Dia mengatakan jika ada pihak yang merasa dicurangi dan enggan menyelesaikan melalui MK, gugatan itu tidak kuat. Pasalnya, tidak ada landasan hukum yang mengikat.
Sementara itu, Ketua MK Anwar Usman memastikan pihaknya siap menghadapi sengketa Pemilu 2019. Sejumlah persiapan sudah dilakukan jelang pemilu serentak itu.
“Sudah sangat siap,” kata Usman usai menghadiri Sidang Pleno Laporan Tahunan Mahkamah Agung.
Dia mengungkapkan MK sudah menjalankan sosialisasi dan bimbingan teknis ke sejumlah partai politik. Selain itu, MK sudah berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Anwar mengungkapkan antisipasi sengketa dimulai dengan menginventarisasi potensi kecurangan yang mungkin terjadi. Dengan begitu, ketika MK memeriksa perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), persidangan dan tim gugus tugas dapat dengan mudah mengidentifikasi bentuk kecurangan dan memutuskan dengan tepat perkara yang diterima.
Menurut Anwar ada tiga potensi kecurangan pemilu. Pertama pembagian sisa surat undangan untuk memilih yang dibagikan kepada mereka yang tidak berhak.
Kedua, memindahkan suara calon legislator satu kepada calon legislator lain dalam satu partai, atau memasukkan suara partai ke calon legislator tertentu. Terakhir, jual beli rekapitulasi suara, utamanya bagi partai yang tidak lolos ambang batas parlemen.
(OGI)
sumber: medcom.id