Singgung Keras Mahfud MD, Hamdan Zoelva Beri Pengakuan soal Keputusan Pemilu Serentak di Mahkamah Konstitusi
TRIBUNJAMBI.COM – Hamdan Zoelva berikan protes masalah proses pemilu serentak yang banyak menelan korban jiwa khususnya ketua KPPS.
Hal itu disampaikan Hamdan Zoelva saat menjadi narasumber acara Rosi seperti Kompas TV, Kamis (9/5/2019).
Hamdan Zoelva lantas memberikan tanggapan soal keputusannya sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) soal teknis pemilu serentak 2019.
“Saya sebagai hakim kurang etis untuk membela apa yang sudah saya putuskan,” ujar Hamdan.
Hamdan menambahkan bahwa ada rentetan panjang sebelum putusannya sebagai hakim MK yang memutuskan pemilu serentak.
“Ada rentetan panjang sebelum saya, yaitu ada 3 ketua, dari Pak Mahfud, Akil Mochtar, dan saya untuk memutuskan terkahir, tapi saya mengatakan begini, saya ikut membuat Undang-undang dasar, dan ikut mendiskusikan dan ikut memutuskan apa yang terjadi, saat itu memang pemilu 5 kotak, bagaimana pemilu nanti,” ujarnya.
Hamdan Zoelva lantas mengatakan bahwa keputusan MK berdasarkan UUD.
“Bagaimana implementasinya nanti, kan ada cara, masalah implementasi kan KPU bukan masalah MK,” ujarnya.
Hamdan lantas mengatakan bahwa keputusannya sat menjadi ketua MK merupakan sejalan dengan amanah konstitusi.
Diketahui, pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjelaskan, penyelenggara pemilu yaitu anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara atau KPPS yang meninggal dunia berjumlah ratusan.
Pemilu Serentak dilakukan untuk Pilpres dan Pileg yang melibatkan 5 kotak suara, yang memicu banyak anggota KPPS jatuh sakit dan meninggal dunia.
Jumlah petugas penyelenggara Pemilu, dalam hal ini Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang tertimpa musibah sudah mencapai 4.228 jiwa.
Data ini dihimpun per 4 Mei 2019, pukul 16.00 WIB, dengan rincian 440 petugas KPPS meninggal dunia, dan 3.788 lainnya jatuh sakit.
“Update data per 4 Mei 2019, pukul 16.00 WIB. Wafat 440, sakit 3.788. Total 4.228 (jiwa),” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPU RI Arief Rahman Hakim saat dikonfirmasi, Sabtu (4/5/2019).
Sebagian besar, mereka meninggal dunia karena faktor kelelahan fisik dan kurangnya waktu istitahat.
Mereka bersikap demikian lantaran menjaga kemurnian proses rekapitulasi di tingkatnya masing-masing. Hingga tidak mengindahkan kesehatannya sendiri.
KPU berencana memberikan santunan kepada keluarga KPPS yang meninggal dunia dan anggota yang sakit.
Pemberian dana santunan ini menyusul surat Menteri Keuangan Sri Mulyani tertanggal 25 April 2019 dengan Nomor S-316/ MK.02/ 2019.
Menurut Ketua KPU, Arief Budiman, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyetujui usulan KPU soal pemberian santunan ini.
Namun demikian, belum ada kepastian mengenai besaran anggaran santunan yang disetujui oleh Kemenkeu.
“Kemarin, kita sudah rapat (dengan Kemenkeu). Sampai dengan hari ini, prinsipnya (usulan santunan) sudah disetujui,” kata Arief di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/4/2019).
Sementara itu, Menkeu menyetujui besaran uang santunan untuk diberikan kepada keluarga ataupun ahli waris petugas KPPS yang meninggal dunia.
Diuraikan, besaran santunan disetujui sebesar Rp36 juta bagi petugas meninggal dunia, Rp30 juta untuk mereka yang cacat permanen, luka berat Rp16,5 juta dan luka sedang Rp8,25 juta.
Sementara mereka yang jatuh sakit, sesuai petunjuk teknis yang tengah disusun KPU, mereka akan dimasukkan dalam kategori luka sedang maupun luka berat.
Total dana santunan yang dipersiapkan KPU sebesar Rp50 miliar. Seluruhnya diperuntukkan sebagai dana santunan petugas KPPS yang meninggal dunia dan sakit.
Jumlah keseluruhan dana ini merupakan hasil efisiensi KPU RI yang sudah dilakukan. Kemudian mereka melaporkan ke pemerintah untuk kemudian diajukan sebagai dana santunan.
“KPU melakukan efisiensi (anggaran pemilu) banyak sekali. Prinsipnya efisiensi itu sudah dilaporkan ke pemerintah, kemudian kita mengajukan santunan ke pemerintah, kemudian kita menggunakan anggaran yang ada. Kurang lebih Rp 50 miliar,” terang Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan.
Berikut rincian data petugas KPPS yang meninggal dunia berasal dari 30 provinsi di Indonesia, per 4 Mei pukul 16.00 WIB.
Aceh : 7 orang
Bali : 2 orang
Banten : 23 orang
Bengkulu : 7 orang
D.I Yogyakarta : 11 orang
DKI Jakarta : 22 orang
Jambi : 5 orang
Jawa Barat : 100 orang
Jawa Tengah : 62 orang
Jawa Timur : 39 orang
Kalimantan Barat : 10 orang
Kalimantan Selatan : 8 orang
Kalimantan Tengah : 3 orang
Kalimantan Timur : 7 orang
Kalimantan Utara : 1 orang
Kepulauan Riau : 3 orang
Lampung : 19 orang
Maluku : 3 orang
NTB : 4 orang
NTT : 10 orang
Papua : 6 orang
Riau : 12 orang
Sulawesi Barat : 12 orang
Sulawesi Selatan : 5 orang
Sulawesi Tengah : 1 orang
Sulawesi Tenggara : 1 orang
Sulawesi Utara : 7 orang
Sumatera Barat : 3 orang
Sumatera Selatan : 22 orang
Sumatera Utara : 14 orang (*)
sumber: tribunnews.com