TRIBUNJATIM.COM – Hamdan Zoelva, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menjelaskan betapa sulitnya pembuktian dugaan kecurangan pada Pemilihan Presiden 2019.
Sebabnya, selisih perolehan suara di anatara pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo – Maruf Amin dan pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto – Sandiaga Uno, terpaut sangat jauh.
Pernyataan itu disampaikan oleh Hamdan saat diwawancarai oleh Aimam Witjaksono di tengah program acara Aiman Kompas TV pada Senin (20/5/2019).
“Itu sangat sulit sekali, susah, dan tidak gampang,” ujar Hamdan.
Bahkan, Hamdan menjelaskan, bilamana ada pihak merasa ada sebuah kecurangan dalam Pemilu 2019, pihak itulah yang harus membuktikan kecurangan di hadapan hakim.
Hamdan pun memberikan perkiraan selisih suara di antara pasangan calon presiden nomor urut 01 dan calon presiden nomor urut 02 terpaut sekitar 10 juta suara.
Sehingga bilamana salah satu pasangan calon menduga adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis dan massif maka pihak tersebut harus bisa membuktikan ke Mahkamah Konstitusi.
Hamdan juga menjelaskan bahwa sangatlah sulit untuk melakukan pembuktian, pasalnya pihak penggugat sengketa pemilu 2019 harus bisa membuktikan kecurangan 10 juta suara di 813.350 tempat pemungutan suara (TPS).
Selain itu, Hamdan menyebut Mahkamah Konstitusi sempat menerima gugatan sengketa pemilu dari salah satu pihak pasangan calon presiden.
Bahkan, kala itu Hamdan mengaku masih menjabat sebagai hakim MK menyebut benar adanya telah terjadi kecurangan di beberapa distrik dan kabupaten di Papua.
Hanya saja, Hamdan menegaskan bahwa seluruh bukti kecurangan yang diberikan tidak sebanding dengan selisih perolehan suara di antara kedua pasangan calon.
Oleh karena itu, kecurangan yang terbukti di Mahkamah Konstitusi tidak berpengaruh besar terhadap perubahan perolehan suara.
“Jadi MK itu berpikir hal-hal yang lebih besar. Kesalahan di satu TPS misalnya. Kalau bedanya 10 juta (selisih suara), ya kan tidak mungkin dibatalkan pemilunya,” kata Hamdan.
Tak hanya itu, Hamdan menuturkan bahwa perolehan suara pada Pilpres 2019 dapat dikatakan hampir merata di seluruh Indonesia.
Adapun kesenjangan jumlah perolehan suara hanya terjadi di beberapa tempat.
Sehingga sangat sulit dilakukan pembuktian dugaan kecurangan.
“Jadi sebenarmya plus minus, dari sisi suara ya sama saja,” kata Hamdan.
Meskipun Hamdan Zoelva menyampaikan sulitnya melakukan pembuktian dugaan kecurangan pada pemilihan presiden 2019, namun Mahkamah Konstitusi (MK) mulai hari ini membuka pintu bagi siapapun para peserta pemilu 2019 yang ingin mengajukan gugatan agar mengikuti proses pendaftaran gugatan sengketa perselisihan hasil pemilu (PHPU) 2019 pada Selasa (21/5/2019).
Mahkamah Konstitusi menyediakan pelayanan selama 24 jam dan akan menutup layanan permohonan pengajuan perkara pada 24 Mei 2019.
Dilansir dari Kompas.com, Mahkamah Konstitusi siap sedia menerima segala bentuk permohono (PHPU) dari para peserta pemilu 2019 sejak pukul 09.00 WIB pagi ini. Mahkamah Konstitusi pun sudah menyediakan 10 meja masing-masing 8 untuk pengajuan perkara dan 2 untuk konsultasi.
Hanya saja hingga pukul 10.00 WIB, belum ada satu pun partai politik atau badan pemenangan dari kedua pihak pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mengajukan PHPU.
“Ada 2 meja untuk pelayanan konsultasi kemudian 8 meja untuk permohonan pengajuan perkara, di antaranya ada PHPU Pilpres, DPRD, DPD, dan DPR,” ujar Juru Bicara MK Fajar Laksono di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2019).
Juru Bicara MK, Fajar Laksono menjelaskan bahwa proses permohonan perkaran PHPU berlangsung 24 jam dan batas akhirnya pada Jumat (24/5/2019) pukul 01.46 WIB sesuai dengan penetapan hasil rekapitulasi nasional penghitungan suara Pemilu 2019 yang digelar di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2019) dini hari.
“Ini prosesnya 24 jam, makannya kita menggunakan sistem kerja shift sampai pagi. Kemungkinan batas akhirnya Jumat dini hari jam 1-an,” papar dia.
Bahkan sebelumnya Ketua KPU, Arief Budiman sempat mengatakan bahwa KPU memberikan kesempatan bagi peserta Pemilu 2019 untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusional bila merasa tidak puas dengan hasil penghitungan KPU RI.
Sedangkan jangka waktu pengaduan gugatan paling lambat tiga hari setelah hasil ditetapkan.
“Artinya ada waktu hingga tanggal 24 Mei 2019 bagi peserta pemilu untuk mengajukan gugatan ke MK,” kata Arief seperti dikutip dari Antara.
sumber: tribunnews.com