Berapa Besar Peluang Prabowo Menang pada Gugatan Hasil Pilpres di MK? Mantan Ketua MK, Hamdan Zoelva Ungkap Sulit Buktikan Kecurangan
TRIBUNJAMBI.COM – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengatakan, sulit membuktikan dugaan kecurangan Pilpres 2019.
Apalagi, jika selisih perolehan suara di antara dua pasangan calon terpaut cukup jauh.
Hal itu dikatakan Hamdan Zoelva dalam wawancara dengan Aiman Witjaksono dalam program Aiman yang ditayangkan Kompas TV , Senin (20/5/2019).
“Itu sangat sulit sekali, susah, dan tidak gampang,” ujar Hamdan.
Hamdan menyebutkan, dalam sistem hukum mengenai pembuktian, siapa pun yang mendalilkan ada kecurangan, pihak tersebut harus bisa membuktikan kecurangan di hadapan hakim.
Termasuk soal isu kecurangan pada Pilpres 2019, Hamdan memperkirakan selisih suara di antara pasangan calon nomor urut 01 dan 02 terpaut sekitar 10 juta suara.
Jika salah satu paslon menduga ada kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif, pihak tersebut harus bisa membuktikannya di MK.
Namun, menurut Hamdan, beban pembuktian sangat sulit.
Pihak penggugat harus bisa membuktikan kecurangan 10 juta suara di ribuan tempat pemungutan suara (TPS).
Menurut Hamdan, pada 2014 MK menerima gugatan dari salah satu pihak pasangan calon presiden.
Hamdan, yang saat itu masih menjabat sebagai hakim MK, mengakui, benar telah terjadi kecurangan di beberapa distrik dan kabupaten di Papua.
Namun, menurut Hamdan, bukti kecurangan itu tak sebanding dengan selisih perolehan suara di antara kedua pasangan calon.
Dengan demikian, kecurangan yang terbukti itu tidak signifikan terhadap perubahan perolehan suara.
“Jadi MK itu berpikir hal-hal yang lebih besar. Kesalahan di satu TPS, misalnya, kalau bedanya 10 juta (selisih suara), ya kan tidak mungkin dibatalkan pemilunya,” kata Hamdan.
Selain itu, kata Hamdan, perolehan suara pada Pilpres 2019 hampir merata di seluruh Indonesia.
Ketimpangan jumlah perolehan suara hanya terjadi sedikit di beberapa tempat. Hal itu dinilai semakin menyulitkan pembuktian dugaan kecurangan.
“Jadi sebenarnya plus minus, dari sisi suara ya sama saja,” kata Hamdan.
Pemilu 2014 Mirip dengan 2019 Termasuk Isu Kecurangan
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva, mengatakan, kondisi yang terjadi pada Pemilu 2014 mirip dengan kondisi yang terjadi pada Pemilu 2019 kali ini.
Dalam hal ini termasuk kandidat calon presiden dan dugaan kecurangan yang dimunculkan.
Hal itu dikatakan Hamdan dalam wawancara dengan Aiman Witjaksono dalam program Aiman yang ditayangkan Kompas TV, Senin (20/5/2019).
“Hampir sama, karena pertama pasangan calon hanya dua. Memang terjadi suatu keterbelahan sosial antara pemilih 01 dan pemilih 02,” ujar Hamdan.
Menurut Hamdan, dugaan kecurangan dan kasus-kasus yang terjadi dan diungkap oleh salah satu pihak yang terlibat kontestasi juga mirip antara 2014 dan 2019.
Bahkan, menurut Hamdan, dugaan kecurangan itu selalu ada setiap pemilu dan digugat di MK sejak 2004.
Hamdan mengatakan, harus diakui bahwa pemilu di Indonesia belum sepenuhnya bersih dari kecurangan.
Akan tetapi, yang harus dilihat, seberapa besar intensitas tuduhan kecurangan itu.
Menurut Hamdan, pada 2014, MK menerima gugatan dari salah satu pihak pasangan calon presiden.
Hamdan, yang saat itu masih menjabat sebagai hakim MK, mengakui, benar telah terjadi kecurangan di beberapa distrik dan kabupaten di Papua.
Namun, menurut Hamdan, bukti kecurangan itu tak sebanding dengan selisih perolehan suara di antara kedua pasangan calon.
Dengan demikian, kecurangan yang terbukti itu tidak signifikan terhadap perubahan perolehan suara.
“Jadi MK itu berpikir hal-hal yang lebih besar. Kesalahan di satu TPS misalnya. Kalau bedanya 10 juta (selisih suara), ya kan tidak mungkin dibatalkan pemilunya,” kata Hamdan.
sumber: tribunnews.com