Kondisi politik yang makin memanas pasca-pengumuman rekapitulasi suara hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 membuat sejumlah tokoh bangsa angkat bicara tentang perdamaian.
Presiden ke-3 RI Bacharuddin Jusuf Habibie meminta semua pihak untuk berada dalam satu gelombang perdamaian yang sama demi mempertahankan keutuhan berbangsa dan Tanah Air.
“Dalam hal ini kita sepakat bahwa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia serta stabilitas, proses pemerataan, dan masa depan bangsa Indonesia tidak ada tawar menawar. Itu kartu mati,” kata Habibie di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (24/5/2019).
Dalam pandangannya, situasi politik yang terjadi saat ini berbeda dengan kericuhan 1998. Sebab kini demokrasi sejatinya ada di tangan rakyat. Hal itu bisa dibuktikan dengan perubahan sistem pemilihan presiden yang tak lagi melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), tetapi langsung oleh rakyat.
Jika pada saat ini pilihan hanya mengerucut pada dua kubu saja, maka sebenarnya rakyat bisa mendorong untuk membuat mekanisme yang lebih adil.
“Jadi kita mempunyai alternatif ini. Saya bilang, di mana-mana, ujung tombaknya (demokrasi) adalah generasi penerus,” tutur sosok yang dijuluki Bapak Teknologi Indonesia ini.
Habibie pun meminta semua pihak untuk untuk menjadi dewasa dalam menerima apapun hasil pemungutan suara yang sudah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Siapa saja yang nanti akan memimpin, dia tidak memimpin (orang) yang memilihnya. Dia memimpin seluruh Bangsa Indonesia,” ucap Habibie.
Habibie tak bisa berkomentar banyak terkait upaya rekonsiliasi terbaik apa yang harus dilakukan untuk meredam situasi yang memanas ini.
“Tapi satu yang jelas, semua itu saya anggap seperti anak dan cucu, dan semuanya jadi lebih banyak dan lebih baik. Saya bilang terus terang saja, menurut saya, zaman Anda (Joko Widodo) lebih baik dari zaman Habibie,” tukasnya.
Seruan sama juga disampaikan tokoh bangsa lain dalam pertemuan di kediaman Wakil Presiden Jusuf “JK” Kalla, Kamis (23/5/2019) malam.
Undangan yang hadir di antaranya adalah Ketua ICMI Jimly Asshiddiqie, mantan wapres Try Sutrisno, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mukti, mantan ketua MK Mahfud MD, Hamdan Zoelva, Din Syamsuddin, Agus Widjojo, Amirsyah Tambunan, dan Jenderal Pol (Purn) Bambang Hendarso Danuri.
Calon Presiden Nomor 02 Prabowo Subianto juga hadir di antaranya. Namun, pertemuannya dengan JK berlangsung tertutup.

Pembicaraan yang berlangsung selama 3 jam tersebut menyimpulkan satu hal: rekonsiliasi pasti terwujud.
Menurut Jimly, ada dua hal. Pertama, niat baik Prabowo dan Jokowi untuk bertemu. Kedua, langkah konstitusional Prabowo-Sandi dengan mengajukan gugatan sengketa pilpres ke MK.
Merespons petuah Habibie, Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengaku tak pernah sekali pun menolak upaya-upaya rekonsiliasi dengan kubu mana pun.
“Saya sudah sampaikan berkali-kali, saya terbuka untuk siapapun. Bersama-sama, bekerja sama untuk memajukan negara ini, membangun negara ini. Siapapun,” kata Jokowi.
Namun memang, keinginannya untuk bertemu dengan Prabowo belum bersambut. Jokowi pun mengaku tidak mengetahui poin-poin apa yang dibicarakan antara JK dan Prabowo tadi malam.
“Belum ketemu. Harusnya tadi pagi dengan Pak Wapres, tapi karena beliau ada urusan, saya juga. Kalau sudah ketemu, saya sampaikan,” janji Jokowi.
Jokowi menyadari, pertemuannya dengan Prabowo bakal memberi efek besar dalam meredam tensi politik saat ini. Dirinya berharap pertemuannya dengan Prabowo kelak dapat memberi pesan kerukunan elite politik yang diharapkan berimbas ke akar rumput.
Oleh karenanya, selama pertemuan dengan Prabowo belum terwujud, Jokowi berupaya untuk menjalin pertemuan dengan elite-elite kubu 02 seperti Ketua Umum PPP Zulkifli Hasan dan juga Komandan Kogasma (Komando Tugas Bersama) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono.
“Itu proses politik yang kita lakukan agar suasana menjadi dingin. Setelah 7-8 bulan kita kampanye panas-panas-panas, kemudian pencoblosan. Nah, ada proses pendinginan. Itu yang ingin kita lakukan,” tukas Jokowi.
sumber: beritagar.id