Jelang persidangan pertama sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) Jumat (14/6), banyak yang menunggu apakah hasil akhirnya nanti akan mengubah hasil penetapan suara KPU pada 21 Mei lalu.
Tim hukum Prabowo-Sandi menjabarkan tuduhan kecurangan Pilpres yang disebut Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) itu, dalam 183 halaman gugatan termasuk versi perubahannya.
Mantan Ketua MK Hamdan Zoelvan, menjelaskan logika MK menangani sengketa Pilpres. Kata kuncinya kata Hamdan, MK hanya memproses sengketa hasil Pilpres, bukan sengketa administrasi atau proses.
“Yang menjadi bagian MK adalah sengketa hasil pemilu. Maksudnya apa? Sengketa hasil itu kalau jaman dulu hanyalah sengketa perolehan suara. Ini suara menurut catatan C1 saya punya suara ada 10 juta tapi di situ cuma 5 juta. Itu sengketa, itu murni sengketa kalkulator,” ujar Hamdan di D’Cost VIP, Abdul Muis, Jakarta Pusat, Kamis (13/6).
Dalam menangani sengketa itu, Hamdan menjelaskan, harus memenuhi dua unsur yang harus dibuktikan dalam persidangan, yaitu perolehan suara dan bukti pelanggaran. UU Pemilu sudah menjelaskan sengketa pilpres itu jika mempengaruhi hasil.
Hamdan mencontohkan, jika selisih suara kedua kandidat capres 15 juta dengan asumsi tiap TPS 300 orang, maka harus dibuktikan di 50 ribu TPS benar ada kecurangan yang harus dijelaskan bagaimana kecurangan itu terjadi.
“Pertanyaannya, bagaimana membuktikan? Enggak usah 50 ribu, 20 ribu TPS saja kalau ada kecurangan. Nah, ini masalahnya ketika ada selisih suara itu sangat tinggi. Dalam hal pembuktian misalnya hanya menampilkan video 1.000 TPS. 1.000 sampai 50 ribu itu menjadi jauh, bumi dan langit,” paparnya.
“Jadi ini rasionalnya gitu. Kalau misalnya terbukti di 1.000 TPS (ada kecurangan), itu 1.000 kali 300 itu 3.000.000. Jadi 3 juta terbukti betul TSM 3 juta. Apakah diulangi? Ya tidak diulangi, selisihnya 15 juta,” imbuh Hamdan.
Di pilpres 2019, selisih suara Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma’ruf adalah 16.957.123 suara. Artinya, tim Prabowo-Sandi harus membuktikan ada kecurangan dengan selisih sebanyak hampir 17 juta tersebut secara konkret.

“Saya menang, karena ada pelanggaran dia menang’. Tapi itu harus dibuktikan betul.”
– Hamdan Zoelva
Karena itu, Hamdan menjelaskan kata kunci berikutnya yang harus diperhatikan adalah ‘signifikan’. Artinya kecurangan memang bisa saja terjadi, tapi tidak signifikan mempengaruhi hasil Pilpres.
“Inilah sering kali orang salah paham mengenai keputusan di Pilkada. Saya bilang ada pelanggaran tapi tidak signifikan. Pelanggaran 5 TPS untuk mengejar suara 5 digit tidak signifikan,” tambahnya.
Karena itulah ia meminta agar pemohon –dalam hal ini Prabowo-Sandi– memahami keputusan di MK dalam menangani sengketa ini. Sebenarnya, kata Hamdan, logika MK sederhana yaitu membuktikan ada tidaknya kecurangan yang diajukan.
“Jadi kepastian hukum harus diulangi? Ya. Apakah akan mempengaruhi suara? Apakah jadi pemenang? Kan enggak bisa. Jadi begitulah cara berpikir masalah perkara pemilu ini. Jadi sangat sederhana, tidak rumit. Tapi karena politik jadi ramai,” tandasnya.

sumber: .com