Jakarta, Beritasatu.com – Kantor Jasa Penilai Publik Immanuel, Johnny & Rekan (KJPP IJR) PT Sucofindo merilis potensi kerugian negara apabila perjanjian konsesi selama 70 tahun antara PT Karya Citra Nusantara (KCN) dengan Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) V Marunda tidak dibatalkan.
“Dari sisi mekanisme penilaian aset atau appraisal yang telah kami lakukan, maka dapat diprediksi potensi kerugian PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) senilai Rp 55,8 trilliun,” ujar pimpinan KJPP IJR PT Sucofindo, Immanuel Sitompul, dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Beritasatu.com, Rabu (26/6/2019).
Sementara itu, kuasa hukum KBN, Hamdan Zoelva, mengaku telah melakukan verifikasi terhadap informasi tersebut. “Ya benar, memang seperti itu kondisinya. Saya sudah baca laporan dari Sucofindo, mereka KJPP independen. Jadi kalau mereka bilang rugi Rp 55 trilliun, berarti memang segitu potensi kerugiannya,” papar Hamdan Zoelva.
Hamdan menjelaskan, KTU dinilai telah menodai investasi. “Jadi kronologisnya, KTU menjadi pemenang lelang yang diselenggarakan oleh KBN. Mereka sepakat membuat perusahan bersama yang diberi nama KCN. Menurut Adenddum III nomor: 001/ADD/SPKS/DRT.5.3/10/2014 proporsi sahamnya adalah 50 persen KBN dan 50 persen KTU. Proporsi saham ini telah disepakati kedua belah pihak dan disahkan dalam RUPSLB KCN. Namun, sampai sekarang KTU tidak pernah melakukan penyetoran atas saham baik berupa uang ataupun bangunan Pier I hingga saat ini,” ungkap Hamdan.
“Selain belum menyetorkan kewajiban modal saham, KTU melakukan pembangunan pelabuhan Marunda tanpa izin dari KBN. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta selaku pemilik 26 persen saham KBN, memerintahkan KTU untuk berhenti melakukan pembangunan Pelabuhan Marunda karena tidak memiliki izin reklamasi dan izin analissis mengenai dampak lingkungan (Amdal),” tegasnya.
Hamdan menambahkan, KTU sama saja mengambil aset negara. Setelah 2 kasus sebelumnya belum selesai, KTU dinilai membuat masalah lagi. KCN dibawah kendali perintah KTU melakukan kerja sama dengan KSOP V Marunda tanpa persetujuan KBN.
“Dalam perjanjian tersebut, ada dua pelanggaran yang dilakukan oleh PT. KTU. Pertama, mengubah status Pelabuhan Marunda dari pelabuhan khusus menjadi pelabuhan umum. Kedua, mengajukan sertifikat pengelolaan atas nama KCN,” kata Hamdan Zoelva.
Berdasarkan Keppres Nomor 11 Tahun 1992, status kawasan tersebut tidak boleh berubah. Jika berubah, maka harus atas nama KBN bukan KCN. Ditambah lagi, perjanjian antara KCN dengan KSOP Marunda V itu selama 70 tahun.
“Sekarang memang hanya sewa tapi 70 tahun lagi, mereka akan menganggap bahwa pemiliknya adalah KCN. Setelah 70 tahun, orang akan lupa kalau pemilik resmi kawasan Marunda adalah KBN. Ini namanya investasi yang pelan-pelan mencuri aset negara,” ujar Hamdan.
Hamdan menegaskan, skandal investasi KCN sudah batal demi hukum. KBN sudah menang di PN Jakarta Utara dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Obyek sengketa yaitu perjanjian konsesi selama 70 tahun antara KCN dan KSOP V Marunda terhadap aset KBN di Pelabuhan Marunda merupakan perbuatan melawan hukum, cacat hukum, tidak sah, serta batal demi hukum.
“Jadi apapun yang diucapkan KTU atau KCN kalau dasar hukumnya bukan Adenddum III dan Akta Perubahan maka jangan dipercaya. Mereka ngomong suka kemana mana, apalagi kalau sampai menyerang personal atau tokoh di KBN. Mereka sudah kalah di mata hukum. Jadi, cari cara lain untuk menang tapi di luar substansi kasus,” tegas Hamdan Zoelva.
sumber: beritasatu.com